NO GOD BUT ALLAH . . .

اللهُ لآَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ ...

Jumat, 13 Agustus 2010

Impian Dalam Mimpi

Impian Dalam Mimpi

Setiap orang pasti pernah bermimpi dalam tidurnya. Entah itu mimpi buruk atau mimpi indah. Tapi yang jelas setiap orang pasti pernah bermimpi. Mimpi buruk biasanya datang ketika sebelum tidur pikiran kita sedang dalam keadaan tegang, kalut dan kacau, atau pikiran kita sedang dipusingkan dengan berbagai problema kehidupan kompleks yang sedang kita alami akhir-akhir ini. Sehingga kekalutan pikiran kita itu terbawa ke dalam tidur kita yang berwujud mimpi buruk kita dalam berbagai bentuknya. Ada orang yang bermimpi buruk tentang hantu, atau tentang makhluk aneh yang menyeramkan atau pun juga tentang keberadaan jiwanya yang sangat terancam. Sementara mimpi indah biasanya datang ketika sebelum tidur pikiran kita dalam keadaan rileks, santai dan tenang. Biasanya orang yang sedang jatuh cinta mudah sekali terbawa dalam mimpi indahnya, tentunya mimpi indah tentang seseorang yang dia cintainya itu. Tapi, mimpi indah itu tidak melulu soal cinta. Seseorang bisa bermimpi indah tentang sebuah keluarga yang harmonis, tentang sebuah kehidupan masyarakat yang damai yang jauh dari berbagai pertikaian atau juga tentang sebuah negara yang stabil dalam berbagai bidang kehidupan. Orang bilang hidup itu berawal dari mimpi. Seseorang yang kehidupan keluarganya sedang tidak harmonis, pasti sangat memimpikan suatu kehidupan rumah tangga yang bahagia dan penuh riang gembira. Keinginan semacam ini biasanya terbawa dalam tidurnya yang akhirnya muncul sebagai mimpi indah dalam tidurnya itu, mimpi indah tentang kehidupan keluarganya yang penuh senyum, canda dan tawa. Seorang pemimpin masyarakat yang kehidupan masyarakatnya sedang dihantui berbagai pertikaian, pasti sangat terobsesi untuk bisa merubah kehidupan masyarakatnya menjadi suatu kehidupan masyarakat yang damai. Obsesi semacam ini biasanya juga terbawa dalam tidurnya yang akhirnya muncul sebagai mimpi indah dalam tidurnya itu, mimpi indah tentang suatu kehidupan masyarakat yang akur, tenang dan tenteram. Begitu pula dengan suatu bangsa yang mendapati negaranya sedang tidak stabil dan dililit berbagai masalah krisis yang kompleks dalam berbagai bidang kehidupan, tentunya sangat merindukan sekali suatu negara yang adil, makmur, aman dan sentosa. Kerinduan semacam ini biasanya juga akan terbawa dalam tidurnya yang akhirnya muncul sebagai mimpi yang indah dalam tidurnya itu, mimpi indah tentang pemandangan suatu negara yang para pemimpiannya berlaku adil dan demokratis, rakyat-rakyatnya hidup makmur, pun stabilnya berbagai bidang kehidupan di negara itu.
Kurang lebih begitulah keterangan panjang lebar dari seorang psikolog yang aku temui. Seminggu yang lalu kira-kira aku datang mengunjungi seorang psikolog itu. Aku menemui seorang psikolog bukan karena kehidupan pribadiku sedang dililit semacam masalah yang kompleks atau apa, bukan pula karena aku ini sedang stres atau tertekan pikirannya. Aku merasa baik-baik saja. Sangat baik bahkan. Kehidupan pribadiku juga baik-baik saja. Hubunganku dengan keluarga, sahabat dan teman serta masyarakat sekitar dimana aku tinggal juga lancar-lancar saja dan tidak ada masalah yang berarti selama ini. Pikiranku juga sedang tenang-tenang saja, tidak sedang tertekan atau stres. Hanya saja, akhir-akhir ini aku merasa sulit sekali untuk bisa bermimpi dalam tidurku. Ah, tidak, tidak. Bukan seperti itu. Aku masih bisa bermimpi dalam tidurku, cuma setiap mimpi yang muncul dalam tidurku itu tidaklah sesuai dengan mimpi yang aku impi-impikan selama ini. Ya, aku mengimpi-impikan suatu mimpi, namun suatu mimpi itu selalu saja sulit untuk aku wujudkan dalam tidurku. Entah kenapa, aku sendiri juga tidak tahu. Sudah berulang kali aku mencoba mempraktekan apa ketarangan dari seorang psikolog yang aku temui itu. Sudah berulang kali aku mencoba untuk membayangkan mimpi apa yang sebenarnya aku impi-impikan selama ini sebelum beranjak tidur. Tapi, tetap saja mimpi-mimpi yang muncul selalu saja bukan mimpi yang sedang aku impi-impikan selama ini. Ah, jika hidup itu berawal dari mimpi, sedangkan mimpi itu sulit sekali untuk terwujud, lalu bagaimana hidup akan berawal? Bagaimana hidup akan terwujud?
“ah, ternyata bermimpi itu susah juga, ya?”
“memangnya kamu itu kepingin mimpi apa sih?”
Aku terdiam sejenak, merenung, tak bermaksud aku mengacuhkan pertanyaan temanku itu. Sejenak kemudian, pandangan mataku tertuju pada headline surat kabar Ibu Kota hari ini yang tergeletak begitu saja di atas meja teras depan kos-kosanku dimana malam itu aku dan temanku itu duduk-duduk memandang kerlap-kerlip lampu glamornya kehidupan malam Ibu Kota dari arah kejauhan.
Aku ambil surat kabar itu, dan aku baca bagian headline yang bertuliskan “Jakarta Terancam Bahaya Global Warming” yang sangat menarik perhatianku. Aku baca kolom headline itu sampai selesai, lalu aku tunjukkan headline surat kabar itu kepada temanku yang duduk disampingku.
“coba kamu baca ini.” Kataku sembari menunjukkan headline surat kabar itu.
“Jakarta Terancam Bahaya Global Warming.” Ucap temanku membaca headline surat kabar itu. Sesaat kemudian, dia terlihat dengan seriusnya membaca kolom headline itu, lalu tampak sibuk membolak-balik mencari halaman surat kabar yang berisi sambungan dari judul headline surat kabar itu. Dan, sesaat setelah dia selesai membaca keseluruhan isi daripada judul headline surat kabar itu, dia terlihat manggut-manggut.
“Ooo...jadi mimpi yang kamu impi-impikan selama ini itu ada hubungannya dengan ini?”
“ya.” Jawabku mengangguk pelan.
“ah, serba susah memang hidup di Jakarta itu. Orang bilang hidup di Jakarta itu enak, cari kerja di Jakarta itu mudah, soalnya pusat perekonomian negara kita ‘kan ada di Jakarta. Makanya, berbondong-bondong orang-orang datang ke Jakarta setiap tahunnya. Padahal dari dulu Jakarta ‘kan sudah padat. Ditambah lagi, Jakarta itu luasnya seberapa sih? Di banding Pulau Jawa luas Jakarta itu gak ada apa-apanya. Kalau setiap tahunnya jumlah penduduk Jakarta terus bertambah, bisa-bisa gak muat Jakarta ini. Belum lagi ditambah masalah-masalah lain yang tidak bisa dipandang sebelah mata, seperti banyaknya gedung-gedung kaca yang menjulang tinggi, jumlah pengguna mobil dan kendaraan bermotor yang semakin meningkat, ditambah lagi asap pabrik-pabrik perindustrian, limbah pabrik, sampah yang menumpuk. Ah, pokoknya Jakarta itu Kota Polusi. Pantas saja headline surat kabar ini mengatakan ‘Jakarta Terancam Bahaya Global Warming’” Komentar temanku panjang lebar.
Ah, sangatlah tepat sekali apa yang dikatakan temanku itu. Kota Jakarta lebih tepat disebut sebagai Kota Polusi. Jadi, janganlah kau hanya melihat Kota Jakarta dari sisi glamornya saja, dari sisi kegiatan perekonomiannya saja, dari sisi bangunan megah gedung-gedungnya saja, dari sisi pesatnya perkembangan dan kemajuannya saja, tapi kau lihatlah Kota Jakarta sebagai Kota yang berpenyakitan, Kota yang udaranya sudah tidak lagi bersih, Kota yang sangat panas dimana kita tidak bisa merasa nyaman lagi tinggal disana, Kota yang tidak punya paru-paru karena paru-parunya sudah sangat parah terkontaminasi oleh polusi asap kendaraan bermotor dan mobil, asap pabrik-pabrik industri, limbah pabrik, sampah yang menumpuk serta keberadaan sungai ciliwung yang sudah sangat parah sekali.
Dan, kondisi kebalikan dari Kota Jakarta yang sekarang lah yang sedang aku impi-impikan selama ini. Meskipun aku tahu bahwa merubah kondisi Kota Jakarta yang sekarang tidaklah semudah seperti membalikkan telapak tangan. Meskipun aku sadar bahwa menyehatkan Kota Jakarta kembali butuh waktu yang cukup bahkan sangat lama tentunya, dan butuh saling kerja sama dan kesadaran diri dari berbagai pihak dan elemen masyarakat Jakarta sendiri.
Namun, aku yakin bahwa hidup itu berawal dari mimpi. Karena itu pulalah aku begitu ingin melihat Kota Jakarta yang sejuk dan segar udaranya, Kota Jakarta yang bebas dari polusi, Kota Jakarta yang hijau nan asri meskipun hanyalah lewat mimpi. Karena lewat mimpilah semua kehidupan nyata berawal.
Namun, apa kata dunia jika sekedar bermimpi melihat dan merasakan Kota Jakarta yang sejuk dan segar udaranya, Kota Jakarta yang bebas dari polusi, Kota Jakarta yang hijau nan asri saja tidaklah pernah terwujud dalam tidurku. Ah, apakah ini semua mungkin ada pengaruhnya dengan cuaca panas Kota Jakarta yang siang dan malam tidak ada bedanya? Sehingga mengganggu kenyamanan tidurku? Ah, bukankah masih ada AC? Ah, jangan pernah kau membanding-bandingkan kesegaran udara AC dengan kesegaran udara yang alami, sangat jauh sekali perbedaannya. Kesegaran udara alami sangatlah jauh lebih segar.
Ah, jika hanya sekedar bermimpi saja sulit sekali untuk mewujudkannya, bagaimana bisa kita benar-benar mewujudkan kehidupan Kota Jakarta yang sejuk segar, hijau dan asri?
“sudah malam, aku ingin tidur.” Ucap temanku sembari beranjak bangkit pergi meninggalkanku masuk ke dalam kamarnya.
Aku masih duduk termenung dan terpaku memandang gemerlap suasana lampu Ibu Kota di malam hari. Ah, indah memang. Namun, keindahannya hanyalah tak seberapa jika dibanding dengan bahaya kerusakan yang sedang mengancamnya.
Ku lirik jam di pergelangan tangan kiriku. Jarum jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Aku segera beranjak bangkit dari dudukku, melangkah masuk ke dalam kamar kos-kosanku. Di ruangan yang berukuran tidak begitu luas itu, ku rebahkan tubuhku begitu saja di atas tempat tidur. Kerja seharian membuat punggung badan ini terasa pegal-pegal dan capek. Tak berapa lama kemudian, kedua mataku sudah terpejam rapat-rapat, aku lelap dalam tidurku.
Dan, aku kembali bermimpi dalam tidurku itu, tapi bukan bermimpi tentang Kota Jakarta yang hijau, sejuk segar dan asri, melainkan aku bermimpi sedang tidur. Ya, dalam mimpiku itu aku tertidur pulas, dan dalam tidur pulasku dalam mimpiku itu, aku baru bisa bermimpi melihat dan merasakan Kota Jakarta yang hijau, sejuk segar dan asri. Ah, akhirnya!
Esok paginya aku terbangun. Tersenyum geli dan bahagia aku mengingat mimpi yang aku alami semalam. Aku bermimpi ‘bermimpi melihat dan merasakan Kota Jakarta yang hijau, sejuk segar dan asi’.
“ah, bahkan aku harus melewati dua sekat mimpi terlebih dahulu untuk bisa melihat dan merasakan betapa indah dan nyamannya suasana Kota Jakarta yang hijau, sejuk segar dan asri. Hmmm, impian dalam impian, mimpi dalam mimpi, impian dalam mimpi.” Gumamku.
Tapi, meskipun aku harus melewati dua sekat mimpi terlebih dahulu, paling tidak aku kini sudah bisa melihat Kota Jakarta yang hijau, sejuk segar dan asri dalam mimpiku. Dan, esok aku yakin akan kembali bisa bermimpi hal yang sama tanpa harus melewati dua sekat mimpi terlebih dahulu. Lalu, esoknya lagi entah kapan itu, aku yakin mimpi itu akan menjadi kehidupan nyata, kehidupan Kota Jakarta yang hijau, sejuk segar dan asri. Karena hidup memanglah berawal dari mimpi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar