NO GOD BUT ALLAH . . .

اللهُ لآَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ ...

Jumat, 13 Agustus 2010

Gempa Yang Aneh

Gempa Yang Aneh

Dua ekor burung gagak terbang berputar-putar di atas sebuah rumah yang berukuran sangat besar dan megah. Berputar-putar beberapa kali sebelum akhirnya hinggap di ranting pohon beringin besar yang ada di halaman rumah itu. Orang bilang burung gagak adalah lambang kematian.
Rumah itu sangat besar dan megah sekali. Bak istana raja-raja zaman dahulu kala saja. Design rumah itu juga sangat artistik dan berkelas sekali. Ah, pasti rumah itu sudah menghabiskan uang miliaran rupiah untuk membangunnya. Dan, pastinya orang yang punya rumah ini adalah orang kaya. Ah, bukan, bukan. Bukanlah orang kaya yang membangun rumah semegah itu, melainkan orang yang sangat kaya raya sekali. Saking kaya rayanya, mungkin kalau semua uangnya itu ditukarkan dengan uang recehan, rumah semegah itu pastilah tidak cukup untuk menampungnya.
“Coba kau lihat halaman rumah ini. Luas sekali, bukan?” kata salah satu dari dua ekor burung gagak.
“ya iya lah, bego’ kali kau itu! kalau gak luas mana mungkin bisa muat pohon beringin sebesar ini!” jawab burung gagak yang satunya.
“lihat, ada banyak sekali mobil-mobil mewah di halaman rumah ini. Kira-kira jumlahnya ada puluhan. Wah, orang yang punya rumah ini pastilah sangat kaya raya sekali, ya? Sudah rumahnya besar dan megah, mobilnya puluhan lagi.”
“ah, kau salah sangka, kawan. Meskipun orang yang punya rumah ini sangat kaya raya, buat apa dia membeli mobil sampai jumlahnya puluhan.”
“lalu mobil-mobil itu milik siapa, hayo?”
“mobil-mobil itu milik para tamu-tamu undangannya. Tampaknya sedang ada pesta atau semacam pertemuan di dalam rumah ini.”
“ooo….begitu ya? Sedang mengadakan pesta atau pertemuan apa mereka?”
“aku sendiri juga kurang tahu.”
“kalau begitu, ayo kita cari tahu.”
“ayo!”
Kedua ekor burung gagak itu pun kembali terbang berputar-putar mengelilingi rumah berukuran besar dan megah itu. Berputar-putar dan terus berputar-putar sebelum akhirnya kedua bola mata tajam mereka menemukan sekerumunan keramaian yang datangnya dari tempat kolam renang rumah berukuran besar dan megah itu. Lalu kedua ekor burung gagak itupun menukik turun dan hinggap di atas salah satu pohon kelapa yang sengaja di tanam mengelilingi kolam renang berukuran besar itu.
Kolam renang berukuran besar itu dilengkapi dengan bar, tempat karaoke dan restaurant berukuran sederhana. Tampaknya kolam renang itu sengaja dibuat untuk tempat menyelenggarakan pesta atau tempat untuk menyambut tamu-tamu undangan istimewa. Dan, kelihatannya memang benar. Semua yang ada dalam kerumunan itu adalah orang-orang berpenampilan necis dan borjuis, dengan baju berdasi serta setelan jas dan celana warna hitam.
“wah, kolam renangnya besar sekali ya? Ada barnya, ada tempat karaokenya, ada resaurannya juga. Wah, bena-benar sangat kaya raya sekali orang yang punya rumah ini.” Kata salah satu dari kedua ekor burung gagak itu.
“ya. Dan, tampaknya mereka yang datang menghadiri pesta ini juga orang-orang kaya raya semua.” Timpal seekor burung gagak yang satunya.
“kenapa kau bisa bilang begitu? Darimana kau tahu kalau mereka yang datang itu orang-orang kaya raya semua?”
“ah, tolol kali kau ini! Kau perhatikan penampilan mereka! Necis dan borjuis ‘kan? Kau ‘kan tadi lihat puluhan mobil berjejer di halaman rumah ini, itu semua mobil-mobil mereka.”
“ooo…ya ya ya. Aku tahu, aku tahu. Wah, enak ya jadi orang kaya raya. Udah gitu, teman-temannya kaya raya juga. Ah, tapi, sedang mengadakan pesta apa mereka sebenarnya?”
“aku juga kurang tahu. Mungkin semacam pesta syukuran atau apalah begitu. Ah, mending kita dengarkan saja isi percakapan mereka, nanti kita juga tahu pesta apa yang sedang mereka rayakan ini sebenarnya?”
“eh, tapi bukankah negara ini penuh dengan rakyat miskin dan pengangguran? Tapi, kok ada orang yang sekaya raya ini ya?”
“ah, kau belum tahu juga rupanya! Ada banyak sekali orang-orang yang kaya raya di negeri ini. Bahkan diantara mereka ada yang masuk dalam daftar orang-orang kaya raya sedunia.”
“iya, aku tahu itu. Cuma masalahnya, kenapa ada ketimpangan yang sangat kentara sekali di negeri yang katanya gemah ripah loh jinawi ini? Apa mereka yang kaya raya ini gak punya belas kasihan sedikitpun kepada mereka yang miskin yang cari uang buat makan saja sulitnya setengah mati?”
“mereka bukannya gak punya rasa belas kasihan, punya mereka itu, cuma belas kasihan mereka hanya kepada sanak kerabat dan para kolega dekatnya saja.”
“ooo…begitu ya? Pantas saja ya, mereka yang miskin semakin miskin, mereka yang kaya semakin kaya raya.”
“ya, begitu. Makanya Tuhan sebentar lagi mau menimpakan bencana kepada mereka. Ah, sudahlah. Kita dengarkan saja percakapan mereka! Katanya kau pingin tahu sedang mengadakan pesta apa mereka?”
“Ok deh, Bos.”
Seorang pria setengah baya bertubuh tambun dengan baju berdasi serta setelan jas dan celana hitam tak kalah necis dan borjuisnya keluar dari dalam rumah dan melangkah menuju kerumunan, berbaur dengan para tamu undangan yang lain. Sementara mereka para tamu undangan itu, begitu tahu sang tuan rumah datang, mereka langsung menyambutnya dengan pelukan hangat dan jabatan tangan sebagai ucapan selamat.
“halllooo….Bapak Satrio! Wah, Bapak ini memang benar-benar hebat! Bolak-balik terkena kasus korupsi miliaran rupiah, tapi bolak-balik lolos terus ha…ha…ha… Selamat ya, Pak!” sambut salah satu tamu undangan, lalu memeluk sang tuan rumah dan saling berjabatan tangan erat.
“alaaahhh…! Kasus korupsi macam itu sih cuma urusan kecil. Zaman sekarang uang yang berbicara. Money is The King. Ada uang, semuanya lancar. Mana ada hakim dan jaksa yang gak mau uang, ya nggak? Ha..ha…ha…!” selorohnya kepada lawan bicaranya, lalu diikuti tawa khasnya, tawa khas pria setengah baya bertubuh tambun.
“ah, Bapak bisa saja. Bagi Bapak kasus korupsi seperti itu mungkin sudah dianggap kasus kecil biasa. Tapi bagi saya itu masalah besar, Pak. Baru diisukan saja mungkin saya sudah stressnya setengah mati, apalagi kalau sudah benar-benar disidang sebagai terdakwa kasus korupsi.” Seloroh salah satu tamu undangan yang lain.
“maka dari itu sering-seringlah korupsi kalian-kalian itu, yach itung-itung nambah jam terbang korupsi, biar pengalaman lah, bukan begitu, Pak Budi? Ha…ha…ha…” tanya sang tuan rumah meminta persetujuan dari seorang tamu undangan yang bernama Pak Budi.
“ah, Pak Satrio ini pintar bercanda juga rupanya. Tapi, Pak, kalau semua tamu undangan yang hadir disini sering-sering korupsi, apa tidak kasihan dengan nasib rakyat kecil yang semakin miskin?” seloroh seorang tamu yang dipanggil Pak Budi itu, dengan maksud bercanda tentunya.
“ah, Pak Budi pintar bercanda juga rupanya. Ya kita jangan korupsi buta dong, Pak Budi. 90 % buat kita, 10 % buat rakyat. Rakyat kecil itu dikasih beras sekian kilo sama subsidi BBM sekian ratus ribu sudah senangnya setengah mati. Gitu ‘kan beres, bukan begitu, Pak Bowo?” ujar sang tuan rumah sembari meminta persetujuan dari seorang tamu undangan yang bernama Pak Bowo.
“ah, Pak Satrio ini memang seorang politikus sejati. Pandai mengatur strategi dan siasat. Jujur saja, Pak. Menurur saya, kasus korupsi yang baru saja menyeret anda ke pengadilan ini termasuk sangat berat sekali. Bisa dibilang kemungkinan lolosnya hanya 45%. Tapi, nyatanya Bapak Satrio ini masih bisa duduk tenang-tenang saja sebagai pejabat negara sekarang.”
“ah, Pak Bowo ini sukanya terlalu memuji orang lain. Lagipula, kalau saya terbukti korupsi, ‘kan nantinya kalian semua juga kena bukan?”
“ah, Bapak ini sukanya menakut-nakuti saja.”
“ha…ha…ha…tenang sajalah, Pak Bowo. Yang namanya Satrio itu ya Satrio. Satrio itu artinya Ksatria. Ksatria itu tidak pernah kalah. Masa ada ksatria kalah?” seloroh sang tuan rumah sembari menepuk-nepuk pundak seorang tamu bernama Pak Bowo itu.
“ada, Pak!” celetuk salah satu tamu undangan yang lain.
“ksatria macam apa itu?” tanya sang tuan rumah penasaran dengan celetuk salah satu tamu undangan barusan.
“itu lho, Pak, para ksatria KPK itu kan berjuang terus menerus tapi kok gak pernah menang-menang ya, Pak.” Seloroh tamu undangan itu diikuti tawa terbahak-bahak seluruh tamu undangan yang hadir.
“ha…ha…ha…bisa saja sama kamu itu. Ksatria KPK itu kstaria konyol. Ksatria munafik, pura-pura saja mereka gak mau uang. Ha…ha…ha…” seloroh sang tuan rumah diikuti tawa terbahak-bahak seluruh tamu undangan yang hadir.
Suasana pesta di sekitar kolam renang itu pun semakin riuh dengan tawa lepas terbahak-bahak mereka, tawa penuh kemenangan, kemenangan dengan para ksatria KPK yang mereka anggap sebagai para ksatria konyol itu. Dan, tawa kemenangan mereka itu tentunya menjadi tangis kekalahan yang sulit untuk diterima oleh musuh-musuh mereka, musuh-musuh yang sebenarnya adalah justru menjadi lakon utama dalam hidup ini. Dan, seperti halnya dalam film-film, lakon tidak akan pernah kalah. Kalaupun lakon itu kalah, tentunya pasti akan datang pertolongan yang tak disangka-sangka, pertolongan yang datangnya sendiri entah darimana, pertolongan yang akan menghancurkan mereka musuh-musuh daripada lakon itu.
Semakin malam larut, suasana pesta semakin meriah dan gemerlap saja. Tawa lepas terbahak-bahak mereka terdengar semakin keras saja, bercampur dengan aroma red wine berkelas yang mereka tenggak. Semuanya tampak berlenggak-lenggok bergoyang begitu menikmati mengikuti alunan musik lagu dangdut yang dibawakan oleh beberapa biduan cantik nan bahenol yang mereka sewa. Sementara sang tuan rumah, seorang yang bernama Satrio yang namanya sudah begitu kondang di dalam dunia perkorupsian negeri ini itu, terlihat sedang dengan riang gembiranya bergoyang di atas panggung karaoke bersama para biduan itu. Sembari bergoyang, sesekali pria setengah baya bertubuh tambun itu mencolek dengan gemas tubuh seksi nan bahenol para biduan itu. Ah, mungkin saja kerongkongannya sudah menenggak berbotol-botol red wine, mungkin saja pengaruh red wine itu sudah menjalar sampai ke syaraf otaknya hingga membuatnya sudah tidak bisa lagi mengontrol nafsunya. Ah, tampaknya pria tambun tampang macam dia itu dalam keadaan sedang tidak mabuk pun pasti tidak bisa megontrol nafsunya, nafsu keduniawian. Sementara para biduan seksi nan bahenol itu terlihat santai-santai saja dan tidak merasa risih sedikitpun meskipun tubuh indahnya itu bolak-balik dicolek oleh pria bertubuh tambun itu dan beberapa tamu pria bertubuh tambun yang lain. Ah, mungkin pikir mereka biarkan saja pria-pria bertubuh tambun bertampang konyol seolah tak punya dosa itu mencolak-colek tubuh seksi nan bahenol mereka, biarkan saja, yang penting sawerannya Pak. Ya, yang penting sawerannya. Pria-pria tambun kaya raya tentunya malu dan gengsi kalau menyawer biduan dengan hanya beberapa lembar uang lima puluh ribuan saja. Mereka pastinya tidak segan-segan menghabiskan banyak lembaran uang ratusan ribu rupiah hanya untuk menyawer para biduan seksi nan bahenol itu.
“Hei, kawan. Apakah kau sudah tahu sedang merayakan pesta apa sebenarnya mereka sekarang?” tanya salah satu dari dua ekor burung gagak yang sedang mengamati pesta meriah itu dari atas daun pohon kelapa yang sengaja ditanam mengelilingi kolam renang itu.
“ah, kau ini dari tadi ngapain saja sih? Apa kau dari tadi tidak sedang mendengarkan percakapan mereka? ah, jangan-jangan kau cuma memelototi tubuh seksi nan bahenol para biduan itu.” Jawab seekor burung gagak yang satunya lagi.
“ah, tidak, tidak begitu. Kau ini ada-ada saja. Aku memang belum tahu betul pesta apa sebenarnya ini? Setahuku mereka sedang mengadakan pesta senang-senang belaka. Lihat saja mereka itu. Mereka semua bergoyang dan tertawa terbahak-bahak dengan riang gembiranya.”
“ah, kau ini memang benar-benar tolol! Mereka semua bergoyang dan tertawa terbahak-bahak dengan riang gembiranya itu ada alasannya, tahu?!. Mereka semua sedang merayakan kemenangan. Kemenangan sang tuan rumah yang baru saja selamat dari kosus korupsi. Paham??!!”
“Ooo…begitu ya? Bukankah yang lolos kasus korupsi itu cuma si tuan rumah? Lalu, kenapa orang-orang yang lain ikut-ikutan bergembira?”
“mereka semua yang datang menghadiri pesta ini adalah anak buah dari si tuan rumah itu. Jadi, mereka semua juga sama-sama koruptor. Nah, kalau si tuan rumah itu terbukti melakukan korupsi, maka mereka semua juga pasti akan terjerat. Begitu!”
“Ooo…begitu ya? Berarti mereka semua jadi kaya raya karena hasil korupsi? Ih, amit-amit deh, najis tralala. Pantas saja Tuhan sebentar lagi hendak menurunkan bencana kepada mereka semua.”
“ah, bukan sebentar lagi, tapi waktunya sudah tiba. Ayo, kita lekas pergi meninggalkan tempat terkutuk ini.”
“ayo!”
Tak berapa lama setelah kedua ekor burung gagak itu terbang tinggi melesat pergi menjauh dari suasana pesta meriah itu, tiba-tiba saja terdengar suara bergemuruh, bergemuruh sekali. Sepertinya sedang terjadi gempa, namun bukan gempa nasional melainkan gempa lokasi. Lalu, dimanakah pusat lokasi gempa itu berada?
Sesaat setelah suara bergemuruh itu terdengar, suasana pesta meriah di rumah berukuran besar dan megah itu tiba-tiba berubah menjadi suasana ramai riuh kepanikan. Mereka semua panik, tak sempat lagi mereka memikirkan untuk bisa meloloskan diri bersama-sama dari gempa tiba-tiba itu seperti halnya ketika mereka berkoalisi untuk meloloskan bos besar mereka dan mereka sendiri dari jeratan kasus korupsi. Yang ada dalam pikiran mereka sekarang adalah bagaimana caranya meloloskan diri mereka masing-masing. Sementara si bos mereka yang tak lain dan tak bukan adalah si tuan rumah, justru masih saja tertawa lepas terbahak-bahak. Dalam keadaan seperti itu, pria bertubuh tambun itu masih sempat-sempatnya mencolek para biduan itu.
“hei, mau kemana kalian cantik, kenapa kalian mau pergi meninggalkan aku? Apa uang saweranku ini kurang cukup. Kalau begitu biar aku tambah lagi. Tapi kalian jangan pergi.” Ucap pria tambun itu. Tangannya yang gempal mencengkeram lengan dua biduan yang hendak lari menyelamatkan diri.
“bukan, Pak! Bukan begitu! Ada gempa, Pak! Ada gempa! Cepat lari, Pak! Cepat lari!”
Si pria bertubuh tambun itu hanya tertawa terkekeh-kekeh saja mendengar penuturan dua biduan itu.
“he…he…he…kalian sedang mabuk juga rupanya. Ini bukan gempa. Kalian semua sedang mabuk, seperti aku ini. He…he…he…mabuk lagi, mabuk lagi.” Ucap si pria bertubuh tambun itu, lalu tubuhnya yang gempal sekonyong-konyong terjungkal ke belakang. Sementara dua biduan itu, tahu lengan mereka kini telah lepas dari cengkeraman tangan gempal pria itu, mereka berdua langsung lari menyelamatkan diri tanpa mempedulikan pria itu sama sekali.
Tubuh gempal pria itu terjungkal ke belakang, lalu tergeletak ia dengan posisi terlentang. Hendak bangun ia, namun tak kuasa ia bangkit mengangkat tubuhnya sendiri yang gempal itu. Kepalanya terasa pening, matanya memerah berkunang-kunang, namun masih sempat ia menyaksikan keriuhan dan kepanikan orang-orang disitu yang berlarian menyelamatkan diri.
“benarkah sedang terjadi gempa disini?” gumam pria tambun itu sendirian,”ah, tidak, tidak. Tidak sedang terjadi gempa disini, aku hanya kebanyakan minum saja tadi. Ah, tapi….tapi…?! gemuruh suara apa itu??!! Rumahku…! Rumahku…! Rumahku roboh! Ada gempaaaaa…!!!” teriaknya baru tersadar.
Namun, semuanya sudah terlambat. Semuanya sudah ditakdirkan jalannya akan seperti ini. Semuanya sudah ditulis akan berakhir dramatis seperti ini di rumah sebesar dan semegah ini. Rumah berukuran besar dan megah beserta isinya itu pun roboh, rata dengan tanah, termasuk puluhan mobil mewah yang terparkir di halaman rumah. Gempa hebat baru saja terjadi dalam sekejapan mata. Namun, anehnya gempa itu hanya terjadi di lokasi sekitar rumah berukuran besar dan megah itu saja, tidak merambat kemana-kemana. Gempa yang aneh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar