NO GOD BUT ALLAH . . .

اللهُ لآَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ ...

Rabu, 23 Juni 2010

Menertawai Diri sendiri, Sudah Pernakah?

Mungkin karena mata itu memandang keluar. Menuju obyek yang ada diluaran. Bukan memandang kedalam. Jadilah kita makhluk yang lebih mudah melihat sisi lain di luar sana, ketimbang kepada diri sendiri.

Gajah di pelupuk mata tak tampak, kuman diseberang lautan tampak. Saya rasa sangat pas untuk pandangan di atas.

Pada umumnya, kita lebih muda menilai orang lain, menilai karyanya, karakternya dan kebiasaan-kebiasaan orang lain. Ketimbang menilai diri sendiri. Betul…?

Ituah sebabnya kita lebih muda ”mencela atau memuji” orang lain. Tapi sangat sukar melakukan untuk diri sendiri. Sebab kita sendiri tidak tau ”apa” yang bisa kita cela atau puji dari diri kita yang keren ini. Terkecuali kita sudah terlatih dan melihat kedalam, tidak hanya keluar, tapi kedalam lubuk diri sendiri.

Mungkin dengan mulai memandang kedalam lubuk hati kita sendiri, kita bisa banyak melakukan perubahan dini. Sebagai bentuk pengembangan diri. Tidak ada salahnya mencoba mengikuti petuah-petuah bijak untuk mulai berbenah, intropeksi dan melakukan hal-hal lain guna melakukan perbaikan.

Termasuk jika ada keganjilan yang terasa aneh. Ada sesuatu yang membuat kita merasa lucu dengan diri sendiri. Lucu terhadap apa yang sudah kita lakukan. Kenapa tidak mencoba menertawai diri sendiri. Mengejek diri sendiri, Susah? Emang iya.

Maksud menertawai diri sendiri, bukan mempermalukan diri sendiri. Atau menjadi pelawak seperti Tukul yang rela menjadi ”korban” tertawaan untuk menciptakan tawa semarak. Bukan itu maksudnya. Melainkan ini bisa menjadi konsumsi pribadi. Hanya kita sendirilah yang tau. Sebab hanya kita yang bisa jujur dengan diri sendiri.

Harapannya, dengan melihat kelucuan yang sudah kita perbuat selama ini, sebisa mungkin bisa menjadi bahan acuan., bahwa masih ada banyak cela yang harus dibenahi dari kita yang selama ini kita anggap hebat. Masih banyak sifat yang perlu di luruskan. Agar prilaku menggelikan itu bisa tereliminir.

Jadi kesimpulannya, pada prinsipnya manusia ini terdapat frekwensi yang aneka ragam. Jika gelombangnya kacau, maka keganjilan akan mempengaruhi cara pandang dan pola fikir yang lebih jauh. Karena gelombangnya sangat halus, hampir dipastikan susah dirasakan. Kecuali dengan cara-cara yang sangat halus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar